Slamet Widodo : Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di IPB University dan Peneliti di Organisasi Riset Pertanian dan Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Peternakan merupakan salah satu sub-sektor pertanian yang berperan penting dalam penyediaan pangan khususnya protein hewani seperti daging, susu, telur, serta beberapa produk ikutan lainnya. Ketersediaan produk peternakan akan sangat penting pada era pemerintahan baru yang dipimpin oleh presiden Prabowo guna mendukung program makan bergizi gratis bagi anak sekolah. Upaya intensifikasi proses produksi peternakan akan terus ditingkatkan guna mendukung ketersediaan produk peternakan dalam negeri dan mengurangi produk impor. Hal ini tentunya akan menjadi angin segar bagi pelaku peternakan di Indonesia yang didominasi oleh peternak kecil dimana kepemilikan ternaknya kurang dari 10 ekor.
Selain dampak positif dari intensifikasi usaha peternak tentunya juga akan menimbulkan dampak negatif. Salah satu dampak negatif dari intensifikasi usaha peternakan adalah peningkatan emisi gas rumah kaca khususnya gas metana yang dihasilkan oleh ternak ruminansia (sapi, kambing, domba, dan kerbau). Sebagaimana dilaporkan oleh Global Methane Initiative bahwa sub-sektor peternakan menyumbang emisi gas metana sebesar 30% yang bersumber dari fermentasi enterik dan pengelolaan kotoran. Upaya strategis harus dilakukan untuk dapat meningkatkan produksi peternakan namun juga menjaga kelestarian lingkungan dengan penerapan usaha peternakan berkelanjutan.
Praktik peternakan berkelanjutan menitikberatkan pada penerapan teknologi, manajemen, serta pendekatan holistik yang mengutamakan keseimbangan antara produktivitas ternak dan kelestarian lingkungan. Beberapa strategi harus diterapkan dalam upaya ini, diantaranya adalah peningkatan mutu genetik ternak, pemanfaatan pakan dari produk samping hasil pertanian, dan perbaikan pengelolaan kotoran.
Masih banyaknya ternak yang belum optimal dalam menghasilkan output berupa peningkatan bobot badan dan produksi susu sangat berkorelasi dengan tingkat mutu genetik ternak, sehingga perlu dilakukan upaya untuk terus meningkatkan mutu genetiknya. Banyak riset yang telah dilakukan oleh lembaga riset dan perguruan tinggi untuk terus meningkatkan mutu genetik ternak. Upaya tersebut perlu dukungan dari pemerintah agar terus dapat menciptakan inovasi. Catatan penting yang perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan mutu genetik ternak adalah untuk tetap menjaga agar plasma nutfah ternak asli Indonesia tidak hilang.
Intensifikasi penggunaan produk samping pertanian juga dinilai sangat penting dalam upaya peningkatan produktivitas ternak dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Penggunaan produk samping pertanian, seperti jerami berbagai tanaman pertanian, akan membantu pengurangan polusi dari sektor pertanian karena banyak petani yang tidak pemanfaatan jerami kemudian dibakar. Proses pembakaran ini akan menyebabkan emisi gas karbon dioksida (CO2), namun apabila limbah tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pakan maka akan dihasilkan produk yang bernilai tinggi seperti daging dan susu. Mengingat limbah pertanian yang memiliki kandungan gizi yang rendah, maka perlu upaya khusus seperti pembuatan pakan fermentasi agar nilai gizinya meningkat. Telah banyak teknologi yang dikembangkan oleh peneliti dan dipublikasikan dalam bentuk dokumen ilmiah, namun demikian perlu adanya penjelasan yang lebih sederhana agar dapat dipahami oleh peternak. Pendampingan dari pemerintah melalu Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) sangat penting untuk menjaga agar strategi ini dapat berjalan dengan baik.
Selain mutu genetik dan pakan, pengelolaan kotoran ternak yang baik penting dilakukan untuk mendorong pengurangan emisi. Kotoran yang dihasilkan oleh ternak masih banyak yang belum diolah secara optimal dan dibiarkan begitu saja sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Disisi lain, kotoran yang diolah dengan baik dan benar dapat menghasilkan produk yang bernilai jual seperti pupuk organik yang pada akhirnya dapat digunakan untuk substitusi pupuk kimia pada usaha pertanian dan perkebunan. Kotoran ternak juga dapat dioleh menjadi sumber energi baru dan terbarukan (EBT) seperti halnya pembuatan biogas dimana gas yang dihasilkan dapat digunakan untuk keperluan rumah tangga seperti memasak. Berbagai program pemerintah dalam upaya pemanfaatan kotoran ternak telah dilakukan seperti Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) dan Biogas Asal Ternak Masyarakat (BATAMAS) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian. Program-program serupa harus terus diperbanyak untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya upaya pengelolaan kotoran ternak agar mengurangi emisi gas rumah kaca.
Guna mendukung keberhasilan dari praktik peternakan berkelanjutan ini juga membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, pelaku industri, dan peternak. Peningkatan kapasitas peternak melalui pelatihan dan edukasi mengenai praktik berkelanjutan menjadi krusial agar adopsi teknologi ramah lingkungan dapat dilakukan dengan efektif di tingkat peternak lokal. Pemerintah, dalam hal ini, memiliki peran penting untuk menyediakan dukungan teknis dan finansial bagi para peternak kecil yang mungkin menghadapi tantangan dalam mengadopsi teknologi baru.
Di sisi lain, keberlanjutan dalam peternakan juga memiliki potensi manfaat jangka panjang yang besar bagi masyarakat dan lingkungan. Selain menekan emisi gas rumah kaca, praktik berkelanjutan ini juga menciptakan ekosistem peternakan yang lebih efisien, yang berujung pada peningkatan kesejahteraan peternak dan kelestarian sumber daya alam.