Jakarta – Anggota Baleg DPR, Ahmad Irawan, menilai wacana pengampunan koruptor lewat denda damai tidak sepenuhnya salah. Ia menyebut mekanisme ini sudah diatur dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan.
Ahmad menilai bahwa aturan ini membuka ruang penafsiran dan menganggap perlu pihak berwenang memperjelasnya melalui revisi undang-undang.
“Saya sependapat dengan Menteri Hukum terkait wacana ini,” ujar Ahmad pada Jumat (27/12/2024).
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, sebelumnya menyampaikan wacana ini sebagai respons atas pidato Presiden Prabowo Subianto. Prabowo ingin memberikan pengampunan kepada koruptor yang mengembalikan kerugian negara.
Andi menjelaskan, Jaksa Agung memiliki wewenang memberikan pengampunan koruptor melalui mekanisme denda damai sesuai undang-undang kejaksaan terbaru.
“Pengampunan bisa diberikan tanpa harus lewat presiden,” ungkap Andi.
Namun, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menegaskan denda damai hanya berlaku untuk tindak pidana ekonomi. Ia menyebut bahwa mekanisme ini tidak bisa menyelesaikan tindak pidana korupsi karena merujuk pada Undang-Undang Tipikor.
“Tidak etis jika koruptor yang mengembalikan kerugian negara langsung mendapat pengampunan,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengusulkan pengampunan untuk koruptor yang mengembalikan kerugian negara dalam pidatonya di Mesir.
“Koruptor yang mengembalikan uang tidak akan dipublikasikan identitasnya,” kata Prabowo pada Rabu (18/12/2024).
Wacana ini memicu pro dan kontra karena banyak pihak menilai bahwa hal tersebut dapat melemahkan penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi.