Jakarta – Harapan baru bagi para dosen aparatur sipil negara (ASN) pada pemerintahan Prabowo Subianto kini menghadapi badai kekecewaan. Fatimah, dosen Politeknik Negeri Tanah Laut, Kalimantan Selatan, yang selama lima tahun tak menerima tunjangan kinerja, justru menerima kabar pahit. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi memutuskan untuk menghapus tunjangan kinerja dan tunjangan profesi dosen ASN pada tahun 2025.
Keputusan ini disebut-sebut sebagai dampak dari perubahan nomenklatur kementerian di bawah pemerintahan baru. Namun, banyak pihak menilai alasan tersebut tidak masuk akal.
“Tunjangan kinerja adalah hak yang harus dibayarkan, tidak ada alasan menggugurkan kewajiban itu,” tegas Fatimah, Koordinator Pejuang Tunjangan Kinerja ASN, pada Selasa, 7 Januari 2025.
Ia merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 Tahun 2020 serta Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 447/P/2024 yang jelas menyebutkan hak dosen atas tunjangan kinerja.
Perubahan Nomenklatur, Dalih atau Alasan Valid?
Pelaksana tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Togar Mangihut Simatupang, mengungkapkan bahwa perubahan nomenklatur kementerian menjadi penyebab tidak dianggarkannya tunjangan kinerja dosen ASN.
“Bagaimana kami bisa menganggarkan kalau nomenklatur dan kebijakannya saja belum jelas,” ujarnya.
Pemerintah sebelumnya telah memecah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menjadi tiga lembaga baru, yakni:
- Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
- Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.
- Kementerian Kebudayaan.
Namun, bagi Ketua Serikat Pekerja Kampus, Dhia Al Uyun, alasan tersebut dinilai mengada-ada.
“Tunjangan kinerja bukanlah pilihan. Ini kewajiban yang harus dipenuhi,” tegasnya.
Gelombang Protes dan Tuntutan Keadilan
Keputusan ini memicu gelombang protes dari berbagai organisasi dosen, termasuk Aliansi Dosen ASN Kementerian Pendidikan Tinggi Seluruh Indonesia (Adaksi). Mereka bahkan mengirim karangan bunga ke kantor kementerian sebagai simbol “dukacita” atas kebijakan ini.
Anggun Gunawan, Koordinator Adaksi, menyebutkan tiga tuntutan utama:
- Segera menerbitkan regulasi pemberian tunjangan kinerja dosen ASN.
- Mengalokasikan anggaran tunjangan kinerja dosen untuk tahun 2025.
- Menetapkan waktu pencairan tunjangan secara pasti.
“Ini bukan sekadar soal kesejahteraan, tapi juga keadilan,” kata Anggun.
Janji Pemerintah: Antara Harapan dan Ketidakpastian
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyebut bahwa DPR akan membahas usulan tambahan anggaran tunjangan dosen dari Kementerian Pendidikan Tinggi.
“Dosen sama seperti guru, mereka juga harus diperhatikan,” ujarnya.
Namun, hingga saat ini, banyak dosen masih menunggu realisasi janji-janji tersebut. Fatimah dan ribuan dosen lain di seluruh Indonesia hanya berharap agar hak mereka segera terpenuhi.
Kesejahteraan dosen bukan sekadar angka dalam anggaran, tetapi penghormatan terhadap dedikasi mereka membangun generasi bangsa.
Komentar Terbaru