Jakarta, 25 Januari 2025 – Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap Paulus Tannos alias Thian Po Tjhin, buronan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP), di Singapura. Keberhasilan ini tercapai berkat kerja sama antara Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura.
Kadiv Hubinter Polri, Irjen Pol. Krishna Murti, menjelaskan bahwa Polri mengirimkan surat penangkapan sementara (provisional arrest) pada akhir 2024 setelah mendapatkan informasi mengenai keberadaan Paulus Tannos di Singapura.
“Kami meminta pihak CPIB untuk membantu menangkap yang bersangkutan,” ujar Krishna, seperti dikutip dari Antara.
Pada 17 Januari 2025, CPIB Singapura mengonfirmasi penangkapan Paulus. Lima hari kemudian, Polri dan KPK menggelar rapat gabungan yang melibatkan kementerian dan lembaga terkait untuk membahas proses ekstradisi buronan ini ke Indonesia.
Proses Ekstradisi
Pemerintah Indonesia kini sedang memproses ekstradisi Paulus Tannos dengan melibatkan KPK, Polri, Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum), serta Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
“Kami melengkapi persyaratan agar bisa membawa Paulus Tannos ke Indonesia secepatnya,” ujar Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto.
Fitroh menjelaskan bahwa pihaknya berharap proses ekstradisi ini dapat mempercepat penyelesaian kasus yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun tersebut. Sejak 19 Oktober 2021, KPK menetapkan Paulus Tannos sebagai buronan setelah ia melarikan diri ke luar negeri dengan menggunakan paspor negara lain.
Peran Paulus dalam Kasus e-KTP
Paulus Tannos, mantan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, memainkan peran besar dalam pengadaan e-KTP yang penuh praktik korupsi. KPK menetapkan Paulus bersama tiga tersangka lainnya, yaitu Isnu Edhi Wijaya (mantan Dirut Perum Percetakan Negara RI), Miryam S. Haryani (mantan anggota DPR), dan Husni Fahmi (mantan Ketua Tim Teknis Proyek e-KTP).
Modus operandi yang mereka gunakan melibatkan penggelembungan anggaran dan pembagian jatah keuntungan kepada sejumlah pihak. Proyek ini merugikan negara hingga Rp2,3 triliun dan menjadi salah satu skandal korupsi terbesar di Indonesia.
Upaya Pemulihan Kerugian Negara
KPK menargetkan pemulihan kerugian negara dalam kasus ini melalui proses hukum terhadap para pelaku.
“Kami akan mengembalikan kepercayaan publik terhadap sistem hukum Indonesia dengan menuntaskan kasus ini,” tegas Fitroh.
Masyarakat kini memantau perkembangan kasus ini, termasuk pengembalian kerugian negara dan hukuman terhadap para pelaku. Irjen Pol. Krishna Murti juga menegaskan,
“Kami akan terus memastikan proses ini berjalan hingga tuntas.”
Kerja sama internasional ini menunjukkan komitmen Polri dan KPK dalam memberantas korupsi lintas negara, sekaligus menjadi pesan tegas bahwa hukum tidak mengenal batas wilayah.
Komentar Terbaru