Mandalay, Myanmar – Gempa bumi berkekuatan magnitudo 7,7 mengguncang Myanmar pada Jumat (28/3/2025), menyebabkan kehancuran besar di berbagai wilayah, terutama di Mandalay, kota terbesar kedua di negara tersebut. Guncangan dahsyat ini merobohkan jalan, gedung bertingkat, serta monumen keagamaan, menambah penderitaan rakyat Myanmar yang telah lama dilanda konflik internal.
Korban dan Kerusakan Massif
Hingga kini, jumlah korban tewas masih terus bertambah. Menurut pemodelan Badan Geologi dan Pemetaan AS (USGS), perkiraan jumlah korban tewas bisa melampaui 10.000 jiwa. Sementara itu, laporan awal dari pemerintah militer Myanmar menyebutkan setidaknya 144 orang tewas dan 732 orang luka-luka di tiga kota terdampak, belum termasuk Mandalay.
Kerusakan yang di timbulkan juga sangat besar. Total kerugian akibat gempa ini di perkirakan mencapai US$100 miliar atau sekitar Rp 1.650 triliun. Angka ini bahkan lebih besar dari total pendapatan domestik bruto (PDB) Myanmar yang tercatat US$66 miliar.
Gempa Terasa hingga Negara Tetangga
Guncangan dari gempa ini terasa hingga negara-negara tetangga seperti Thailand, Bangladesh, Vietnam, dan China bagian selatan. Di Bangkok, Thailand, gempa menyebabkan runtuhnya gedung 33 lantai yang sedang di bangun. Setidaknya delapan orang tewas dan puluhan lainnya masih di nyatakan hilang. Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, langsung menetapkan status darurat di Bangkok dan memperingatkan warga untuk menghindari gedung-gedung tinggi jika terjadi gempa susulan.
Gempa Susulan dan Krisis Kemanusiaan
USGS mencatat adanya gempa susulan berkekuatan M 6,7 sekitar 11 menit setelah gempa utama. Para ahli memperingatkan kemungkinan gempa susulan lainnya yang bisa memperburuk kondisi di wilayah terdampak.
Situasi kemanusiaan semakin mengkhawatirkan akibat keterbatasan akses ke daerah terdampak. Jalur komunikasi terputus, listrik padam, dan junta militer Myanmar di sebut-sebut membatasi informasi keluar dari negara tersebut. Organisasi bantuan mengalami kesulitan dalam menilai skala penuh dari kerusakan akibat kebijakan pembatasan internet dan media sosial yang di lakukan oleh junta.
Respon Internasional
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), António Guterres, menyatakan bahwa PBB telah mengalokasikan dana awal sebesar US$5 juta dari dana daruratnya untuk membantu operasi penyelamatan di Myanmar.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, juga berjanji akan memberikan bantuan. “Ini benar-benar buruk, dan kami akan membantu,” ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Putih.
Namun, di tengah krisis ini, tantangan utama adalah sistem perawatan kesehatan Myanmar yang sudah melemah sebelum gempa terjadi. Myanmar di kenal sebagai salah satu tempat paling berbahaya di dunia bagi tenaga kesehatan, terutama setelah junta militer menekan dokter dan perawat yang mendukung gerakan pembangkangan sipil.
Harapan bagi Korban dan Bantuan Internasional
Banyak pihak mendesak komunitas internasional untuk segera bertindak dan mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Myanmar. Dengan jumlah korban yang terus bertambah dan ribuan orang kehilangan tempat tinggal, Myanmar kini menghadapi tantangan besar untuk memulihkan negaranya dari bencana ini.
Pihak berwenang dan lembaga kemanusiaan di seluruh dunia di harapkan dapat mengoordinasikan bantuan dengan cepat agar evakuasi dan pemulihan dapat dilakukan secara efektif, sekaligus memastikan bahwa rakyat Myanmar mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan di tengah kondisi yang semakin sulit ini.
Sumber: CNN Indonesia
Baca Juga:
Revisi UU TNI Disorot Media Asing, Bangkitnya Dwifungsi ABRI?
Mahasiswa Kotawaringin Timur Tuntut Pencabutan UU TNI
Saksikan berita lainnya:
Komentar Terbaru