Jurnal Pelopor – Krisis dokter gigi di Indonesia memicu ide kontroversial dari Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Ia menyatakan kemungkinan untuk melatih tukang gigi demi menjembatani kekurangan tenaga medis gigi, terutama di daerah terpencil.
Budi menyebut 50% puskesmas di Indonesia tidak memiliki dokter gigi. Bahkan, hasil Cek Kesehatan Gratis pemerintah menunjukkan keluhan terkait gigi menempati urutan tertinggi.
“Saya sudah bicara dengan fakultas kedokteran gigi. Sekolah dokter gigi itu mahal dan susah. Kalau tidak ada solusinya, kita perlu tingkatkan skill tukang gigi,” kata Budi saat kunjungan ke Solo pekan lalu.
PDGI Langsung Bereaksi: Tukang Gigi Bukan Tenaga Medis
Pernyataan Menkes ini mendapat respons keras dari Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI). Ketua Umum PB PDGI, Usman Sumantri, menegaskan bahwa tukang gigi bukan tenaga medis dan tidak boleh menjalankan praktik kedokteran.
“Ini bisa menurunkan standar keselamatan pasien. Tukang gigi tidak memiliki latar belakang ilmu medis. Memberi mereka kewenangan medis adalah pelanggaran hukum,” tegas Usman dalam konferensi pers di Jakarta.
Ia menambahkan bahwa berdasarkan Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023 dan Permenkes No. 39 Tahun 2014, hanya tenaga medis dengan STR dan SIP yang boleh melakukan tindakan medis.
Bukan Solusi Jangka Panjang
Data PDGI menyebutkan bahwa Indonesia kekurangan lebih dari 10.000 dokter gigi. Dari 32 fakultas kedokteran gigi yang ada, hanya sekitar 2.650 lulusan per tahun. Bahkan beberapa FKG baru belum menghasilkan lulusan sama sekali.
Satu dokter gigi umum rata-rata harus melayani 5.000 orang, sedangkan untuk dokter spesialis bisa mencapai 55.000 orang. Meski tukang gigi masih eksis di daerah, PB PDGI menilai solusinya bukan dengan melegalkan praktik mereka, melainkan memperkuat sistem pendidikan dan distribusi dokter gigi.
Usulan PDGI: Revolusi Kesehatan Gigi Nasional
PDGI pun mengajak Kemenkes untuk merevolusi sistem kesehatan gigi nasional. Beberapa solusi yang mereka tawarkan antara lain:
- Penempatan strategis dokter gigi di daerah prioritas dengan insentif
- Penggunaan teledentistry untuk daerah terpencil
- Penambahan kuota pendidikan dokter gigi spesialis
- Redistribusi tenaga medis berbasis kebutuhan
- Peningkatan literasi masyarakat soal kesehatan gigi
- Pelatihan kader masyarakat dengan pengawasan dokter gigi
“Jangan biarkan masyarakat menerima layanan kesehatan yang setengah matang hanya karena alasan pragmatisme,” tutup Usman.
Sumber: Liputan6
Baca Juga:
Utang RI Rp 250 T, Sri Mulyani: Bukan Karena Tak Punya Uang!
Tarif Trump Bikin Harga Kopi hingga Skincare Melonjak di AS
Saksikan berita lainnya:
Komentar Terbaru