Tidak ada manuver tanpa agenda identik tersembunyi yang dilakukan Jokowi. Misi utama adalah pelanggengan Dinasti politik Berbagai strategi yang halus dan bersahaja, berunsur Glembuk Alus ala wong Solo bertampang njawani, bercitra merakyat, lugu terus dilancarkan.
Reshuffle kabinet baru-baru ini tetap mempertahankan Prof. Dr. Ir. Siti Nurbaya Abubakar, MSc. sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, meskipun sempat dikabarkan akan digantikan. Hal ini tampaknya berkaitan dengan perubahan sikap partai NasDem, di mana ketuanya menunjukkan dukungan yang lebih kuat kepada Jokowi, termasuk dalam momen-momen penting seperti di Ibu Kota Negara (IKN). Sebaliknya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly dari PDI-P, yang akhirnya digantikan.
Rencana perubahan kabinet ini dilaksanakan secara bertahap tanpa adanya perlawanan yang berarti. Meskipun secara logika reshuffle di masa jabatan yang tersisa hanya sekitar 2,5 bulan ini terkesan tidak mungkin, namun hal ini tetap dilakukan. Kecuali jika ada alasan kinerja, yang tampaknya tidak menjadi faktor utama, reshuffle ini lebih didorong oleh pertimbangan politis, khususnya terkait dengan pengesahan SK kepengurusan DPP PDI-P yang dianggap memiliki dampak signifikan. Hal ini dilakukan dengan mengabaikan kepentingan publik, mengingat menteri baru akan membutuhkan waktu untuk beradaptasi.
Dengan reshuffle kabinet ini, diharapkan dapat tercapainya beberapa tujuan politik hingga periode 2029. Pertama, langkah ini dapat memudahkan perombakan UU MD3, di mana slot ketua DPR menjadi hak partai dengan perolehan suara terbesar, baik di level pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.
Jika hal tersebut berhasil, maka Golkar, sebagai partai yang berhasil diakuisisi, memiliki peluang lebih besar untuk menduduki posisi ketua DPR, termasuk ketua komisi-komisi dan alat kelengkapan dewan lainnya. Dengan demikian, Golkar sebagai perahu besarnya akan semakin digdaya berlayar ketika mengarungi samudra percaturan politik, sementara Prabowo, jika terpilih sebagai presiden, akan menghadapi tantangan tersendiri dalam bernegosiasi dengan Jokowi.
Agenda kedua adalah dengan posisi kuat di DPR, Golkar dapat menempatkan lebih banyak kadernya di posisi strategis, yang akan mengurangi risiko konflik internal dan meningkatkan stabilitas partai.
Yang ketiga, bagi partai-partai yang tidak bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM), reshuffle ini dapat memperkuat kontrol terhadap mereka, terutama saat mereka harus menyelenggarakan kongres, musyawarah nasional, atau muktamar untuk menyusun kepengurusan baru periode 2024-2029.
Keabsahan kepengurusan baru tersebut ditentukan oleh keputusan Menteri Hukum dan HAM, seperti yang menjadi perhatian ketika terjadi perbedaan pandangan mengenai pengesahan SK kepengurusan PDI-P. Dalam kepengurusan baru ini, muncul kekhawatiran bahwa tokoh-tokoh muda yang vokal dapat dimasukkan, sesuatu yang mungkin tidak diharapkan oleh Jokowi.
Bagi partai-partai tersebut, keabsahan kepengurusan sangat penting, karena hal ini menentukan partisipasi mereka dalam pilkada serta kelangsungan struktur kepemimpinan partai yang sah. Sebagai contoh, NasDem akan menyelenggarakan kongres, dan ada faksi yang berusaha merebut posisi ketua. Begitu juga dengan PKB yang saat ini mengalami dinamika internal.
Pada akhirnya, meskipun nantinya Prabowo akan memiliki menteri yang sesuai dengan pilihannya, tetap ada kemungkinan besar bahwa Prabowo akan bernegosiasi dengan Jokowi. Dengan demikian, partai-partai tersebut kini berada di bawah pengaruh yang kuat dari Jokowi, yang siap menghadapi kemungkinan perbedaan kebijakan dalam lima tahun ke depan.
Hal yang tak pernah terjadi dalam sejarah pemerintahan siapapun dan baru kali ini terjadi sepanjang sejarah republik ini. Patut diapresiasi sepak terjang Jokowi. Meski sudah di penghujung masa jabatan, sekalipun terbilang tanpa landasan pertimbangan standar etis dan moral yang sesuai dengan koridor logika sehat, masih sempat meresuffle kabinet kepemimpinannya dengan tujuan politik agar presiden Prabowo tetap akan berpikir ulang ketika harus bernegosiasi dengan Jokowi. Ini murni permainan politik. (AHA)
Komentar Terbaru