Oleh: Muhamad Musa, S.E.
Jurnal Pelopor – Pemerintah Indonesia resmi membentuk Danantara (Daya Anagata Nusantara), sebuah lembaga pengelola investasi dengan konsep superholding yang digadang-gadang dapat mengurangi ketergantungan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dengan model yang terinspirasi dari Temasek Holdings di Singapura, Danantara diharapkan mampu mengelola aset negara dengan lebih efisien dan fleksibel. Namun, apakah ini benar-benar solusi inovatif atau justru menciptakan tantangan baru bagi stabilitas ekonomi nasional?
Transformasi Pembiayaan: Dari APBN ke Danantara
Selama ini, pembiayaan proyek strategis nasional seperti infrastruktur, energi, dan industri masih bergantung pada APBN. Namun, dengan kehadiran Danantara, pemerintah berupaya mengalihkan beban pembiayaan ke lembaga ini. Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan bahwa sumber pendanaan Danantara berasal dari aksi korporasi BUMN, bukan dari APBN. Ini berarti, ke depan, pemerintah tidak perlu mengalokasikan dana APBN sebesar sebelumnya untuk proyek-proyek besar.
Danantara akan mengelola aset senilai lebih dari US$900 miliar atau sekitar Rp14.715 triliun, menjadikannya salah satu dana kekayaan negara terbesar di dunia. Namun, skema ini menimbulkan kekhawatiran: bagaimana mekanisme bagi hasilnya? Jika BUMN yang sebelumnya menyetor dividen ke APBN kini berada di bawah kendali Danantara, apakah pemasukan negara tidak akan berkurang secara signifikan?
Peran Swasta: Mitra Strategis atau Pengendali Baru?
Salah satu perubahan paling mencolok dengan hadirnya Danantara adalah meningkatnya peran sektor swasta. Jika sebelumnya swasta lebih banyak berperan sebagai investor pasif, kini mereka menjadi pemain aktif dalam pengelolaan aset negara. Beberapa sektor yang terdampak langsung oleh pergeseran ini meliputi:
- Hilirisasi Sumber Daya Alam
Sektor seperti nikel dan bauksit yang sebelumnya banyak dikendalikan oleh BUMN kini melibatkan swasta secara lebih intensif. - Infrastruktur dan Energi
Skema baru ini memungkinkan investor swasta dan asing untuk menanamkan modal melalui Danantara, yang kemudian mengeksekusi proyek dengan vendor dan BUMN terkait. - Industri Digital dan Teknologi
Investasi di bidang kecerdasan buatan (AI), semikonduktor, dan ekosistem startup akan difasilitasi oleh Danantara, sementara swasta akan menjadi operator utama.
Peningkatan peran swasta memang bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi. Namun, ada risiko bahwa swasta—terutama investor asing—akan memiliki kendali lebih besar terhadap aset strategis Indonesia. Bagaimana pemerintah memastikan bahwa kepentingan nasional tetap terjaga?
BUMN: Operator atau Subkontraktor?
Di bawah model baru ini, BUMN seperti PLN, Pertamina, dan Telkom kini tidak lagi mengelola asetnya secara mandiri. Mereka berada di bawah koordinasi Danantara, yang akan menentukan arah investasi dan eksekusi proyek. Model ini menyerupai sistem sovereign wealth fund yang terpusat, di mana investasi dikendalikan oleh satu badan besar dan BUMN hanya bertindak sebagai eksekutor.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah BUMN masih memiliki otonomi atau hanya menjadi subkontraktor bagi Danantara? Apakah keuntungan yang dihasilkan tetap masuk ke APBN, atau justru lebih banyak mengalir ke pihak swasta yang kini berperan lebih dominan?
Transparansi dan Akuntabilitas: Tantangan Utama
Seiring dengan besarnya skala investasi Danantara, muncul pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas. Apakah Danantara akan berada di bawah pengawasan DPR, ataukah lembaga ini memiliki otonomi penuh tanpa kontrol legislatif? Jika mekanisme pengawasan tidak jelas, bukan tidak mungkin lembaga ini akan menjadi instrumen politik atau kepentingan bisnis tertentu.
Belajar dari kasus beberapa dana investasi negara lainnya di dunia, seperti 1Malaysia Development Berhad (1MDB) di Malaysia yang terjerat skandal korupsi, penting bagi Indonesia untuk memastikan bahwa Danantara memiliki sistem pengawasan yang kuat. Tanpa transparansi yang jelas, risiko penyalahgunaan wewenang sangat besar.
Kesimpulan: Solusi atau Ancaman Baru?
Pembentukan Danantara memang membawa harapan besar bagi efisiensi investasi dan pengelolaan aset negara. Namun, pemerintah harus mengantisispasi beberapa tantangan utama:
- Bagaimana memastikan mekanisme bagi hasil antara Danantara dan APBN tetap adil?
- Sejauh mana peran swasta dalam skema ini akan mempengaruhi kedaulatan ekonomi Indonesia?
- Apakah BUMN masih memiliki peran strategis atau hanya menjadi eksekutor proyek tanpa kendali penuh?
- Bagaimana memastikan transparansi dan akuntabilitas agar tidak menjadi instrumen kekuasaan segelintir pihak?
Jika pengelolaan danantara baik dan transparan, Danantara berpotensi menjadi solusi revolusioner bagi ekonomi Indonesia. Namun, jika mekanisme pengawasannya lemah, bukan tidak mungkin Danantara justru menciptakan pusat kekuasaan ekonomi baru yang lebih tertutup dan berisiko tinggi.
Indonesia kini memasuki era baru, di mana peran negara dalam ekonomi berubah drastis. Pertanyaannya, apakah perubahan ini benar-benar untuk kepentingan rakyat atau hanya segelintir elite ekonomi?
Baca Juga:
Aksi Massa Indonesia Gelap: Mahasiswa Tolak Pemangkasan Anggaran Pendidikan dalam Inpres 2025
Saksikan berita lainnya:
Penyelundupan Barang Ilegal: Bisnis Haram yang Tak Pernah Mati!
Komentar Terbaru