Jurnal Pelopor – Tahun 2025 dibuka dengan rapat panas di Komisi V DPR RI, di mana para wakil rakyat memperjuangkan anggaran untuk berbagai proyek infrastruktur. Namun, ada yang janggal. Pemerintah memutuskan memangkas anggaran secara drastis, terutama untuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Perhubungan, hingga Kementerian Desa.
Dari total Rp110 triliun, anggaran Kementerian PUPR hanya tersisa Rp29 triliun, setelah mengalami pemangkasan Rp81 triliun. Pemerintah menganggap pemotongan ini sebagai langkah efisiensi, tetapi apakah benar demikian? Atau justru ini adalah strategi baru untuk menghancurkan jaringan korupsi lama dan menciptakan pola permainan baru?
Prabowo dan Gebrakan Bersih-Bersih Anggaran 2025
Jika Presiden Prabowo benar-benar melakukan pemangkasan anggaran di sektor-sektor yang rawan korupsi, ini bisa menjadi gebrakan besar dalam sejarah politik anggaran di Indonesia.
Salah satu alasan utama korupsi di eksekutif dan legislatif memang berkaitan dengan biaya politik yang tinggi. Sejak masa kampanye, para politisi membutuhkan dana besar untuk memenangkan pemilu. Setelah terpilih, mereka sering kali mencari cara untuk “balik modal”, dan proyek infrastruktur adalah salah satu jalur paling basah untuk itu.
Jika ada upaya efisiensi dan transparansi anggaran, tentu banyak pihak yang merasa terancam, terutama mereka yang selama ini bergantung pada sistem yang korup. DPR mulai panik, karena mereka kehilangan akses terhadap dana yang selama ini bisa mereka atur dan manfaatkan untuk kepentingan politik dan pribadi.
Namun, tantangannya adalah bagaimana memastikan bahwa efisiensi ini tidak justru menghambat pelayanan publik. Jika pemangkasan dilakukan tanpa strategi yang tepat, bisa jadi ada sektor penting yang ikut terdampak, dan akhirnya rakyat yang jadi korban.
Selain itu, reaksi dari para elite politik dan anggota dewan juga menarik untuk diamati. Jika mereka benar-benar panik dan menolak pemangkasan ini, itu bisa menjadi indikasi kuat bahwa kebijakan ini memang mengancam kepentingan mereka sendiri.
Jejak Korupsi dalam Proyek Infrastruktur
Sejarah politik anggaran di Indonesia menunjukkan bahwa proyek infrastruktur selalu menjadi lahan basah bagi para pemain di DPR dan birokrasi eksekutif.
1. Mark-Up Proyek
Harga pembangunan jembatan, jalan, dan irigasi sering kali dinaikkan berlipat-lipat dari harga wajar.
Laporan BPK dari tahun-tahun sebelumnya telah berulang kali menemukan kebocoran anggaran hingga triliunan rupiah.
2. Suap dan Fee Proyek
Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap proyek yang masuk dalam APBN biasanya melibatkan fee 10–30% yang harus diberikan kepada pihak-pihak tertentu.
Anggota DPR sering kali berperan sebagai broker proyek, memastikan perusahaan tertentu mendapatkan kontrak. Tentu saja, dengan kompensasi.
3. Proyek Fiktif atau Tidak Selesai
Banyak proyek infrastruktur yang hanya ada di atas kertas, atau pengerjaan dengan asal-asalan.
Jembatan gantung, jalan desa, dan irigasi yang harusnya menjadi penyokong ekonomi rakyat justru menjadi “alat politik” untuk mencari keuntungan pribadi.
Jika melihat pola ini, pemangkasan anggaran Rp81 triliun bisa saja menjadi upaya untuk menghancurkan mata rantai korupsi lama. Tapi pertanyaannya, apakah ini berarti anggaran benar-benar akan tersalurkan lebih bersih, atau hanya berpindah ke tangan-tangan baru?
DPR Panik, Janji Politik Terancam?
Dalam rapat Komisi V DPR, terlihat jelas bagaimana para anggota dewan merasa tidak nyaman dengan pemangkasan ini.
Mereka berkali-kali menekankan “sumpah jabatan” dan “aspirasi rakyat”, seolah mengingatkan bahwa mereka membutuhkan anggaran ini untuk menepati janji politik mereka.
Ada nada keputusasaan ketika salah satu anggota DPR berkata:
“Kalau ini sudah ketok, kita harus siap menerima konsekuensi ke rakyat.”
Ini menunjukkan bahwa banyak anggota DPR yang sudah terlanjur menjanjikan proyek-proyek tertentu di dapil mereka, dan sekarang mereka kehilangan kontrol atas dana tersebut.
Apakah ini berarti mereka benar-benar memperjuangkan rakyat? Atau justru mereka takut kehilangan akses ke proyek-proyek yang biasa mereka atur?
Sektor Mana yang Paling Rawan Korupsi?
Jika Presiden Prabowo serius dalam membabat anggaran yang rawan korupsi, maka pada tahun 2025 ini ada beberapa sektor yang membutuhkan pengawasan ketat:
1. Infrastruktur
Jalan, jembatan, dan irigasi sering menjadi proyek fiktif atau pengerjaan dengan kualitas buruk.
Banyak perusahaan “titipan” yang mendapatkan proyek tanpa kompetisi sehat.
2. Dana Desa
Sejak pemerintah meluncurkan program Dana Desa, banyak kepala desa terjerat kasus korupsi.
Penggunaan anggaran yang tidak transparan sering terjadi, dengan dugaan aliran dana ke pejabat daerah.
3. Bansos dan Subsidi
Program bantuan sosial sering kali digunakan untuk kepentingan politik.
Banyak kasus di mana bansos dikorupsi atau disalurkan secara tidak merata.
4. Proyek Pertahanan
Belanja alutsista bernilai triliunan sering menjadi celah korupsi.
Kasus pengadaan barang dan jasa di sektor pertahanan sering kali melibatkan perantara yang mendapatkan keuntungan besar.
Jika pemangkasan anggaran ini benar-benar bertujuan untuk menghilangkan celah korupsi, maka seharusnya ada mekanisme pengawasan ketat agar anggaran yang tersisa benar-benar tersalurkan untuk kepentingan rakyat.
Efisiensi atau Pergeseran Mafia Anggaran 2025?
Ada dua kemungkinan dari pemangkasan besar-besaran ini:
1. Pemerintah benar-benar ingin membersihkan korupsi di sektor infrastruktur
Dengan memangkas anggaran proyek yang selama ini jadi sarang korupsi, pemerintah berusaha menghapus mekanisme lama yang selama ini menguntungkan banyak pihak di DPR dan birokrasi.
Bisa jadi, ini adalah upaya untuk menciptakan sistem penganggaran yang lebih transparan dan ketat.
2. Korupsi hanya berpindah ke bentuk baru
Bisa saja, anggaran yang dipotong ini sebenarnya dialihkan ke sektor lain yang lebih sulit diawasi, seperti pertahanan, investasi, atau sektor lain yang lebih terkendali oleh pejabat tertentu.
Bukannya menghilangkan korupsi, pemangkasan ini bisa saja hanya menghancurkan jaringan korupsi lama untuk digantikan dengan jaringan baru.
Kesimpulan
Pemangkasan anggaran 2025 bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga soal politik kekuasaan di balik uang negara. Jika benar-benar untuk membasmi korupsi, masyarakat harus mengapresisasi langkah berani ini.
Namun, jika pemangkasan ini hanya strategi untuk mengganti pemain lama dengan pemain baru, maka rakyat tetap harus waspada. Jika proyek infrastruktur penting benar-benar tidak terlaksana, kita patut curiga ke mana sebenarnya aliran dana ini bergerak.
Baca juga:
Presiden Prabowo Tinjau Program Makan Bergizi Gratis di Pulogadung
Ekonomi Indonesia di Era Trump: Ancaman atau Peluang?
https://www.jurnalpelopor.com/ekonomi-indonesia-di-era-trump-ancaman-atau-peluang/
Bahlil Usul Badan Pengawas Elpiji 3 Kg, UGM Sebut Tak Solutif?
https://www.jurnalpelopor.com/bahlil-usul-badan-pengawas-elpiji-3-kg-ugm-sebut-tak-solutif/
Indonesia Melaju: Industri Otomotif dan Pertahanan di Era Baru 2025
Saksikan berita lainnya:
Komentar Terbaru