Jakarta – Ekonom Bhima Yudhistira memperingatkan bahwa pada 2025, Indonesia akan menghadapi “badai sempurna” di tengah ketidakpastian ekonomi global dan domestik. Menurut Bhima, ekspor dan investasi akan terdampak oleh perang dagang yang meluas, termasuk ketegangan antara AS-China, AS-Kanada, dan negara lainnya. Gejolak geopolitik juga turut memperburuk situasi.
“Ekspor dan investasi bakal terdampak, harga komoditas ekspor diperkirakan rendah, sementara ekonomi domestik harus bergantung pada pasar dan produksi lokal,” ungkap Bhima.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi ini adalah kebijakan fiskal pemerintah, terutama kenaikan PPN 12% yang dinilai akan menekan daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah. Bhima menambahkan, ada 10 kebijakan fiskal yang berisiko melemahkan konsumsi rumah tangga, dan jika pertumbuhan konsumsi melambat di bawah 5%, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi akan stagnan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebelumnya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 akan berada pada kisaran 4,8% hingga 5,6%. Namun, BI juga mengakui bahwa ekspor nonmigas kemungkinan melambat, dipengaruhi oleh lemahnya ekonomi global.
Di tingkat internasional, sejumlah negara besar seperti Jerman dan Prancis juga tengah menghadapi krisis politik dan ekonomi, yang turut memperburuk prospek ekonomi global. Pemerintah Indonesia dihadapkan pada pilihan sulit: menjaga daya beli masyarakat atau mengorbankan konsumen demi menjalankan program pemerintah.