Jurnal Pelopor – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) membantah keras tudingan yang mengaitkan pembatasan penggunaan drone di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dengan keberadaan ladang ganja. Isu ini ramai di perbincangkan di media sosial setelah sebuah unggahan di Threads menuding larangan tersebut sebagai upaya menutup-nutupi temuan ladang ganja.
Viral di Media Sosial, Kemenhut Klarifikasi
Sebuah unggahan akun Threads @gueinisiapa.mkmk menampilkan artikel berjudul “Sidang Ladang Ganja di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Saksi: Ada Kerusakan Ekosistem.” Video tersebut disertai narasi yang menyiratkan bahwa pembatasan drone bertujuan agar keberadaan ladang ganja tidak terungkap.
Namun, Kemenhut melalui Balai Besar TNBTS menegaskan bahwa informasi ini keliru. Menurut mereka, aturan pembatasan drone telah ada jauh sebelum temuan ladang ganja dan bukan bentuk upaya menutupi sesuatu.
Aturan Pembatasan Drone Sudah Lama Berlaku
“Pembatasan penggunaan drone di kawasan konservasi telah diatur sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024 tentang Jenis dan Tarif PNBP yang berlaku di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selain itu, aturan ini juga sudah diterapkan sejak 2019 melalui SOP pendakian Gunung Semeru,” tulis pernyataan resmi BB TNBTS, Rabu (18/3/2025).
Selain itu, aturan ini bertujuan untuk menjaga kesakralan tempat sesuai dengan adat masyarakat Tengger, melindungi satwa liar, serta menjaga kenyamanan pengunjung lainnya.
Fakta Penemuan Ladang Ganja di TNBTS
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kemenhut, Satyawan Pudyatmoko, menjelaskan bahwa temuan ladang ganja terjadi pada September 2024. Lokasinya berada di Blok Pusung Duwur, Kecamatan Senduro dan Gucialit, Kabupaten Lumajang.
“Lokasi tanaman ganja tersebut sangat tersembunyi, tertutup semak belukar lebat, dan berada di lereng yang curam. Proses pemetaan dilakukan dengan teknologi drone untuk mengungkap keberadaan lahan ini,” kata Satyawan.
Setelah di temukan, tim gabungan yang terdiri dari Balai Besar TNBTS, Kepolisian Resor Lumajang, TNI, dan masyarakat setempat segera mencabut dan memusnahkan tanaman ganja tersebut.
Ladang Ganja Jauh dari Jalur Wisata dan Pendakian
Menanggapi kekhawatiran publik, Kepala Balai Besar TNBTS, Rudijanta Tjahja Nugraha, memastikan bahwa lokasi ladang ganja sangat jauh dari jalur wisata Gunung Bromo maupun jalur pendakian Gunung Semeru.
“Jaraknya sekitar 11 kilometer dari kawasan wisata Bromo dan 13 kilometer dari jalur pendakian Semeru. Jadi, tidak ada hubungannya dengan akses wisatawan,” ujar Rudi.
Menurutnya, lokasi tersebut memang sangat sulit di jangkau karena berada di kawasan tertutup semak belukar dengan kemiringan yang curam. Hal ini membantah klaim bahwa wisatawan bisa ‘tersesat’ dan menemukan ladang ganja.
Tarif Drone dan Penggunaan Kamera di TNBTS
Sebagai bagian dari regulasi baru, BB TNBTS menaikkan tarif penggunaan drone di kawasan konservasi dari Rp300 ribu menjadi Rp2 juta. Kebijakan ini berlaku untuk seluruh taman nasional di Indonesia dan bertujuan untuk mengontrol aktivitas yang bisa mengganggu ekosistem.
Selain itu, penggunaan kamera untuk video komersial juga di kenakan tarif. Bagi WNI dikenakan Rp10 juta per paket lokasi dan Rp20 juta untuk WNA.
Kesimpulan: Tidak Ada Hubungan antara Larangan Drone dan Ladang Ganja
Dengan klarifikasi ini, Kemenhut menegaskan bahwa tidak ada upaya menutup-nutupi keberadaan ladang ganja di TNBTS. Pembatasan drone sudah di berlakukan jauh sebelum temuan ladang ganja dan memiliki tujuan konservasi, bukan untuk menyembunyikan fakta. Pihak berwenang pun telah menangani kasus ladang ganja dengan serius, termasuk menangkap dan memproses para pelakunya sesuai hukum yang berlaku.
Sumber: Liputan6
Baca Juga:
Bukan Perbaiki Sistem, Justru Bangun Penjara di Pulau Terpencil!
Geger! Oknum TNI Diduga Terlibat dalam Penembakan 3 Polisi di Way Kanan?
Nuzulul Quran 17 Ramadhan: Malam Istimewa, Jangan Lewatkan!
Saksikan berita lainnya:
Komentar Terbaru