Pendahuluan: Gagasan Besar dengan Risiko Besar
Pemerintah Indonesia tengah menggagas program Koperasi Merah Putih, sebuah proyek besar yang di rancang untuk meningkatkan kemandirian ekonomi desa dan memperbaiki sistem distribusi kebutuhan pokok. Dengan 70.000 hingga 80.000 desa sebagai target penerapan, setiap desa akan memperoleh modal awal sebesar Rp5 miliar, sehingga total anggaran yang di alokasikan mencapai Rp350 triliun.
Secara konseptual, program ini memiliki tujuan mulia:
- Mengatasi jeratan rentenir dan pinjaman online ilegal yang selama ini menjerat masyarakat desa dengan bunga tinggi dan sistem penagihan yang tidak manusiawi.
- Memperpendek rantai distribusi barang, sehingga harga kebutuhan pokok menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat.
- Mendorong kemandirian ekonomi desa, agar desa dapat berkembang secara mandiri tanpa ketergantungan berlebihan pada pemerintah pusat.
Namun, meskipun gagasan ini terdengar menjanjikan, ada tantangan besar yang berpotensi merusak implementasinya. Korupsi di tingkat desa masih menjadi masalah sistemik, terutama yang dilakukan oleh perangkat desa dan aparatur desa. Jika tidak ada sistem pengawasan yang ketat dan mekanisme transparansi yang jelas, maka dana Rp350 triliun ini bisa bernasib sama seperti banyak program lain yang gagal akibat penyalahgunaan anggaran.
Budaya Korupsi di Perangkat Desa: Ancaman Nyata bagi Keberhasilan Program
1. Fakta dan Data Korupsi di Desa
Sebelum kita terlalu optimis dengan program ini, mari kita tinjau rekam jejak perangkat desa dalam mengelola dana publik. Berdasarkan data yang di kumpulkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), perangkat desa adalah kelompok yang paling banyak tersandung kasus korupsi di bandingkan kelompok pejabat lainnya.
- Data tahun 2021 menunjukkan bahwa 26,7% dari total terdakwa kasus korupsi berasal dari perangkat desa (ICW, 2022).
- Sejak 2015 hingga 2020, ICW mencatat ada 676 perangkat desa yang menjadi terdakwa kasus korupsi (Databoks Katadata, 2022).
Kasus korupsi yang terjadi di desa memiliki berbagai modus, di antaranya:
- Penyalahgunaan dana desa – Anggaran yang seharusnya di gunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan justru di alihkan ke kepentingan pribadi pejabat desa.
- Manipulasi laporan keuangan – Laporan fiktif dan penggelembungan harga proyek sering kali di gunakan sebagai alat untuk menyedot dana desa.
- Proyek desa yang tidak sesuai spesifikasi atau fiktif – Misalnya, proyek jalan desa yang di laporkan selesai tetapi di lapangan hanya sekadar pengerasan seadanya atau bahkan tidak di kerjakan sama sekali.
2. Korupsi dalam Pengelolaan BUMDes: Belajar dari Kegagalan
Selain dana desa, korupsi juga sering terjadi dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes awalnya didesain sebagai alat untuk meningkatkan ekonomi desa, tetapi di banyak kasus, justru menjadi ladang korupsi bagi perangkat desa.
Contoh kasus korupsi dalam pengelolaan BUMDes:
- Karanganyar, Jawa Tengah – Kepala Desa dan mantan Direktur BUMDes Berjo diduga menyelewengkan dana sebesar Rp1,16 miliar dalam proyek wisata Telaga Madirda (Tempo, 2022).
- Buleleng, Bali – Mantan Bendahara BUMDes Pucak Sari ditahan karena dugaan penyalahgunaan dana yang menyebabkan kerugian desa (Detik, 2023).
Jika BUMDes yang memiliki struktur usaha lebih kecil saja dapat di korupsi, maka Koperasi Merah Putih dengan anggaran jauh lebih besar berpotensi mengalami permasalahan yang sama jika tidak ada sistem pengawasan yang ketat.
Budaya “Memaafkan” Korupsi dan Mentalitas Anti-Kritik
Salah satu permasalahan terbesar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia adalah budaya memaafkan pejabat korup.
- Banyak kepala desa yang telah terbukti korupsi tetap terpilih kembali dalam pemilihan berikutnya karena masyarakat lebih memilih figur yang dekat dengan mereka secara sosial ketimbang memilih pemimpin yang bersih.
- Kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengawasi anggaran desa menyebabkan dana publik lebih mudah disalahgunakan.
- Tekanan sosial terhadap mereka yang mengkritik pejabat desa juga masih kuat, di mana aktivis desa atau warga yang menentang praktik korupsi sering kali mendapatkan intimidasi atau tekanan sosial.
Jika mentalitas ini terus di biarkan, maka kontrol terhadap dana Koperasi Merah Putih akan sangat lemah, dan besar kemungkinan dana yang di alokasikan akan di salahgunakan oleh pihak-pihak yang memiliki kekuasaan di desa.
Solusi: Meniru Sistem SPPI dari Badan Gizi Nasional (BGN)
Agar program Koperasi Merah Putih tidak mengalami kegagalan akibat korupsi perangkat desa, kita bisa meniru sistem Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) yang di terapkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN).
Apa itu SPPI?
SPPI adalah tenaga profesional independen yang tidak tergantung pada perangkat desa dan telah mendapatkan pelatihan manajerial serta akuntabilitas keuangan sebelum di terjunkan ke desa.
Mereka memiliki status resmi sebagai ASN-PPPK, sehingga tidak mudah di salahgunakan oleh kepentingan politik atau birokrasi.
Bagaimana Jika Sistem Ini Diterapkan di Koperasi Merah Putih?
- Pengelolaan koperasi tidak boleh di serahkan sepenuhnya ke perangkat desa – Harus ada tim independen seperti SPPI yang bertanggung jawab terhadap operasional koperasi.
- Pelatihan wajib bagi pengelola koperasi – Semua pengelola harus di berikan pelatihan transparansi keuangan dan pengawasan anggaran.
- Audit ketat dan transparansi keuangan – Laporan keuangan harus di buka ke publik agar masyarakat desa bisa ikut mengawasi.
- Sanksi tegas bagi pelanggaran – Jika ada korupsi, sanksinya harus berat dan di terapkan secara langsung tanpa kompromi.
Kesimpulan: Tanpa Sistem yang Jelas, Rp350 Triliun Akan Menguap!
Program Koperasi Merah Putih adalah inisiatif besar yang memiliki potensi luar biasa untuk meningkatkan ekonomi desa, tetapi tanpa sistem yang kuat, program ini hanya akan menjadi ladang baru bagi korupsi.
🔴 Jika pengelolaan koperasi di serahkan sepenuhnya kepada perangkat desa tanpa pengawasan ketat, maka uang rakyat akan hilang sia-sia.
🔴 Penerapan sistem independen seperti SPPI akan menjadi solusi utama agar koperasi ini berjalan dengan baik.
Kita sebagai masyarakat harus lebih kritis dan aktif dalam mengawasi kebijakan ini. Tanpa pengawasan ketat, dana yang besar ini hanya akan menjadi bancakan elite desa.
Daftar Pustaka
- Indonesia Corruption Watch (ICW). (2022). Laporan Korupsi Desa 2021.
- Tempo. (2022). Kasus Korupsi BUMDes Berjo, Karanganyar.
- Detik. (2023). Mantan Bendahara BUMDes Buleleng Ditahan karena Korupsi.
- Katadata. (2022). Statistik Korupsi Perangkat Desa.
- Badan Gizi Nasional (BGN). (2023). Laporan Program SPPI.
Baca Juga:
Erick dan Boy Thohir Terlibat Korupsi? Jokowi Bentuk Partai?
Ras Terkuat Shock Melihat Ini! Harga Cabai Rp 200 Ribu per Kg
Saksikan berita lainnya:
Komentar Terbaru