Menghadapi Triple Planetary Crisis dengan Nature-Based Solutions (NBS): Pelajaran dari Koridor Satwa Gunung Halimun Salak
Pada era sekarang ini, dunia tengah menghadapi ancaman besar yang dikenal sebagai triple planetary crisis, yaitu krisis iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi. Ketiga tantangan tersebut saling terkait dan memerlukan solusi terintegrasi yang mampu menjawab kompleksitasnya. Krisis iklim misalnya, keberadaan dapat mempercepat perubahan lingkungan yang ekstrem, seperti peningkatan suhu global, perubahan pola curah hujan, dan bencana alam yang lebih sering terjadi. Di sisi lain, kehilangan keanekaragaman hayati memperburuk ketahanan ekosistem terhadap perubahan ini, sementara polusi baik udara, air, maupun tanah memperparah kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia. Ketiganya menciptakan lingkaran setan yang memperburuk kerentanan ekosistem dan masyarakat.
Terdapat berbagai pendekatan untuk mengatasi krisis tersebut, Nature-Based Solutions (NBS) salah satunya. Pendekatan tersebut semakin mendapatkan perhatian belakangan ini. Nature-Based Solutions (NBS) merupakan pendekatan yang diharapkan menjadi solusi dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati dan ekosistem untuk mengatasi berbagai krisis lingkungan. Selain itu, pendekatan ini juga sekaligus memberikan manfaat sosial dan ekonomi.
Pada konteks Indonesia, koridor satwa di Gunung Halimun Salak merupakan contoh nyata bagaimana pendekatan ini dapat diterapkan, khususnya melalui perluasan upaya konservasi yang berfokus pada keberlanjutan ekologi dan kesejahteraan masyarakat. Wilayah tersebut merupakan rumah bagi berbagai spesies endemik seperti macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) dan owa Jawa (Hylobates moloch). Namun, fragmentasi habitat akibat deforestasi, pembangunan infrastruktur, dan aktivitas manusia lainnya mengancam keberlangsungan satwa liar dan ekosistem di Upaya ini. Oleh karena itu, koridor yang menghubungkan ekosistem Gunung Halimun dan ekosistem Gunung Salak tersebut menjadi salah satu pejuang dalam gempuran pembangunan tidak ramah ekologi di Pulau Jawa.
Nature-Based Solutions: Kunci Pemulihan Lingkungan
Pendekatan yang di tawarkan oleh Nature-Based Solutions (NBS) memanfaatkan kekuatan alam untuk memitigasi dampak krisis lingkungan. NBS berdasarkan beberapa literatur memiliki prinsip diantaranya yaitu berbasis ekosistem, memiliki manfaat sosial dan ekonomi, berpendekatan multidisiplin dan yang terakhir tetapi tidak kalah penting yaitu adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Pembangunan koridor satwa yang menghubungkan ekosistem Gunung Halimun dan ekosistem Gunung Salak tersebut merupakan upaya menghubungkan habitat-habitat terfragmentasi melalui jalur alami. Koridor ini tidak hanya membantu satwa liar bermigrasi dan berkembang biak, tetapi juga memperbaiki fungsi ekosistem, seperti penyediaan air bersih, penyerapan karbon, dan pengendalian erosi.
Manfaat ekologi bukan merupakan manfaat satu-satunya yang diharapkan dari penerapan NBS. Pendekatan NBS juga dapat dimanfaatkan untuk mendukung keberlanjutan masyarakat sekitar wilayah koridor. Pengelolaan berbasis masyarakat melalui ekowisata, agroforestri, atau konservasi berbasis budaya lokal dapat memberikan insentif ekonomi sekaligus mendorong pelestarian alam. Selain itu, peran pemerintah dalam mendorong pengelolaan koridor satwa dapat dilakukan dengan mekanisme insentif berbasis konservasi. Di TNGHS, keterlibatan para pihak khususnya komunitas lokal seperti masyarakat adat Kasepuhan sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara konservasi dan kesejahteraan manusia.
Perluasan Upaya Konservasi: Solusi untuk Masa Depan
Pengelolaan koridor satwa di TNGHS dan sekitarnya nantinya dapat mendukung upaya konservasi. Upaya konservasi yang lebih luas tidak hanya menyediakan habitat yang memadai bagi satwa liar, tetapi juga meningkatkan kapasitas Upaya untuk menghadapi dampak perubahan iklim dan ancaman lainnya.
Namun, perluasan upaya konservasi sering kali dihadapkan pada tantangan seperti konflik lahan, ketidakpastian hak kepemilikan, dan kurangnya dukungan dari masyarakat lokal. Oleh karena itu, pendekatan partisipatif menjadi kunci. Pelibatan para pihak diantaranya pemerintah, masyarakat adat, akademisi, dan organisasi non-pemerintah dalam proses perencanaan dan pengelolaan, perluasan upaya konservasi dapat dilakukan secara adil dan berkelanjutan.
Kesimpulan
Triple planetary crisis bukan hanya tantangan, tetapi juga peluang untuk mengembangkan pendekatan inovatif yang mendukung keberlanjutan. Kasus koridor satwa di TNGHS menunjukkan bahwa nature-based solutions dan perluasan upaya konservasi dapat menjadi kunci untuk melindungi keanekaragaman hayati, memitigasi perubahan iklim, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun dibutuhkan komitmen yang kuat dan kolaborasi yang inklusif, agar alam dapat dijadikan sebagai sekutu utama dalam menghadapi tantangan global ini.
Indonesia, dengan kekayaan alamnya yang luar biasa, memiliki peluang besar dalam penerapan NBS. Namun, langkah ini hanya akan berhasil jika para pihak pemerintah, masyarakat, dan dunia internasional bekerja bersama untuk melindungi masa depan planet kita.