BOJONEGORO – Lembaga survei Poltracking Indonesia tengah menjadi perbincangan hangat menyusul hasil survei Pilkada Jakarta 2024 yang dinilai kontroversial. Beberapa pihak mempertanyakan keakuratan hasil survei tersebut, karena tidak disertai penjelasan rinci. Hal ini mengakibatkan publik meragukan kredibilitas Poltracking, terutama saat hasil survei ini menunjukkan perbedaan signifikan dengan lembaga survei lainnya.
Survei Pilkada Jakarta dari Poltracking menempatkan pasangan Ridwan Kamil-Suswono di puncak elektabilitas dengan 51,6 persen, berbanding terbalik dengan hasil survei LSI yang mengunggulkan pasangan Pramono-Rano. Kedua lembaga menggunakan metode multistage random sampling, tetapi hasil yang berbeda drastis.
Yang menarik, pola hasil survei ini ternyata mirip dengan survei Pilkada Bojonegoro 2024, di mana Poltracking menempatkan pasangan nomor 2, Setyo Wahono-Nurul Azizah, jauh di atas dengan 78 persen, sementara pasangan nomor 1, Teguh Haryono-Farida Hidayati, hanya meraih 12,2 persen. Pola keunggulan yang drastis ini memunculkan spekulasi adanya upaya untuk memengaruhi opini publik, baik di Jakarta maupun Bojonegoro.
Di tengah sorotan ini, Poltracking Indonesia pada 5 November 2024 mengumumkan pengunduran dirinya dari keanggotaan Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi). Surat resmi yang ditandatangani oleh Direktur Poltracking, M. Aditva Pradana, menyatakan secara singkat pengunduran diri tersebut tanpa alasan mendalam, tetapi cukup untuk memancing spekulasi bahwa lembaga ini tengah kehilangan kepercayaan dari masyarakat.