Oleh: Muhammad Musa
Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan sumber daya alam melimpah. Namun, kondisi pertaniannya justru jauh dari kata sejahtera. Petani tetap miskin, harga beras tidak stabil, dan mafia pangan semakin merajalela. Sementara itu, India dengan kondisi geografis yang serupa mampu menjadi eksportir beras terbesar dunia.
Lantas, apa yang salah dengan sistem pertanian kita? Apakah swasembada pangan hanya sekadar slogan tanpa realisasi?
Korupsi di Sektor Pertanian: Duri dalam Daging
Setiap tahun, pemerintah menggembar-gemborkan program ketahanan pangan, bantuan alat pertanian, serta subsidi pupuk. Sayangnya, implementasi program ini tidak lepas dari praktik korupsi yang menggerogoti sektor pertanian. Kasus terbaru menunjukkan bagaimana pengadaan mesin X-Ray di Kementerian Pertanian merugikan negara hingga Rp82 miliar. Belum lagi kasus pengolahan karet senilai Rp75 miliar serta korupsi proyek agrowisata yang mencapai Rp8 miliar. Jika pejabat yang seharusnya melindungi petani justru menyalahgunakan anggaran, bagaimana bisa petani keluar dari kemiskinan?
Mafia Beras dan Tengkulak: Menguasai Pasar, Menindas Petani
Bukan hanya korupsi di tingkat birokrasi, para petani juga di hadapkan pada permainan mafia beras dan tengkulak yang mengontrol harga di pasar. Mereka membeli gabah dengan harga murah saat panen raya, lalu menimbunnya hingga musim paceklik untuk dijual dengan harga tinggi. Akibatnya, harga yang di terima petani tetap rendah, sementara masyarakat harus membayar mahal untuk membeli beras.
Fenomena ini di perparah dengan kebocoran pupuk subsidi yang seharusnya di peruntukkan bagi petani kecil, tetapi justru berakhir di tangan industri besar. Dengan segala ketidakadilan ini, bagaimana mungkin kita berharap pertanian Indonesia bisa berkembang?
Sistem Pertanian India: Model yang Harus Ditiru?
Sementara Indonesia membiarkan pasar beras di kendalikan oleh swasta dan tengkulak, India memiliki sistem pertanian yang lebih terstruktur. Pemerintahnya membeli gabah langsung dari petani dengan harga yang layak melalui skema Minimum Support Price (MSP). Proses penggilingan padi juga dikendalikan oleh Food Corporation of India (FCI), sementara distribusi beras diatur melalui Public Distribution System (PDS). Dengan sistem ini, India mampu menstabilkan harga pangan, melindungi petani, dan bahkan menjadi eksportir beras terbesar dunia.
Sebaliknya, di Indonesia, Bulog justru berperan pasif dalam menyerap hasil panen petani. Dari target produksi beras nasional 32 juta ton pada 2025, Bulog hanya menargetkan penyerapan 3 juta ton. Sisanya? Dikuasai oleh swasta. Ini menjadi celah bagi para tengkulak dan mafia beras untuk mengambil keuntungan besar tanpa memperhatikan kesejahteraan petani.
Solusi Nyata untuk Pertanian Indonesia
Jika Indonesia serius ingin mencapai swasembada pangan, pemerintah harus mengambil langkah konkret dan tidak hanya sebatas retorika. Beberapa solusi yang bisa di terapkan antara lain:
- Memperkuat Bulog sebagai pembeli utama gabah dengan harga yang layak bagi petani.
- Menambah jumlah penggilingan padi milik pemerintah agar tidak bergantung pada swasta.
- Mengawasi distribusi pupuk dengan sistem berbasis digital untuk mencegah kebocoran.
- Memberikan akses kredit mikro berbunga rendah bagi petani agar tidak terjebak rentenir.
- Mengembangkan platform e-commerce pertanian agar petani bisa menjual hasil panennya tanpa perantara.
- Menjatuhkan sanksi tegas kepada mafia pangan dan koruptor di sektor pertanian.
Saatnya Bertindak, Bukan Hanya Berwacana
Indonesia tidak kekurangan sumber daya untuk mencapai ketahanan pangan, tetapi yang kurang adalah keberanian politik untuk melawan mafia pangan dan kepentingan kelompok tertentu. Selama sistem pertanian masih di biarkan di kuasai oleh oknum korup dan tengkulak, petani akan terus menderita dan kita akan terus tertinggal dari negara lain.
Pilihan ada di tangan pemerintah: berani mengambil kendali atas pangan atau terus membiarkan mafia dan tengkulak menguasai sistem pertanian kita? Jika kita ingin menjadi lumbung padi dunia, saatnya bertindak sekarang!
Baca Juga:
Danantara: Transformasi Ekonomi atau Ancaman bagi Kedaulatan Fiskal?
Saksikan berita lainnya:
Penyelundupan Barang Ilegal: Bisnis Haram yang Tak Pernah Mati!







