Jakarta – Kasus yang menimpa anggota DPR RI dari PDIP, Rieke Diah Pitaloka, kini menjadi sorotan publik. Sebagai tindak lanjut, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menerima laporan dugaan pelanggaran etik terhadap Rieke setelah ia secara tegas menyuarakan penolakan terhadap kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Oleh karena itu, kasus ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah anggota DPR yang menyuarakan aspirasi rakyat harus menerima hukuman pidana?
Peran Rieke Sebagai Pengusung Aspirasi
Rieke dikenal sebagai anggota DPR yang vokal dalam menyuarakan isu-isu yang dianggap merugikan masyarakat. Selain itu, melalui media sosial, ia mengajak publik untuk bersama-sama menolak kenaikan PPN yang dinilai memberatkan rakyat. Lebih lanjut, dalam salah satu unggahannya, Rieke menyatakan niatnya untuk menginterupsi rapat paripurna guna menyuarakan penolakan tersebut.
“Yuk kita berjuang bareng. Nih mau paripurna, mudah-mudahan nanti ada kesempatan interupsi, kita perjuangkan penolakan terhadap kenaikan PPN 12 persen,” kata Rieke sebelum rapat dimulai di kompleks parlemen, Senayan, pada Kamis, 5 Desember 2024.
Rieke membubuhi dengan tagar #ViralForJustice dan #TolakKenaikanPPN12% pada video tersebut.
Namun, langkah ini akhirnya berujung pada pelaporan oleh Alfadjri Aditia Prayoga, yang menuding Rieke memprovokasi publik untuk menolak kebijakan pemerintah. Di sisi lain, Alfadjri juga menilai laporan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap anggota dewan yang menjalankan fungsi pengawasan
Tanggapan dan Kritik
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai bahwa kasus ini mencerminkan lemahnya penghargaan terhadap peran kritis anggota DPR.
“Sikap kritis yang seharusnya diapresiasi tak layak dianggap sebagai perbuatan tidak etik,” ujar Lucius.
Ketua DPP PDIP, Deddy Yevri Sitorus, juga mengkritik langkah MKD. Menurutnya, pelaporan terhadap Rieke bisa berdampak buruk pada kepercayaan publik terhadap DPR.
“Apa yang dilakukan MKD akan berdampak kepada daya kritis anggota DPR dan berpotensi membuat masyarakat kehilangan kepercayaan kepada lembaga DPR,” katanya.
Respons Rieke Diah Pitaloka
Rieke menegaskan bahwa tindakannya merupakan bagian dari tugas seorang anggota dewan untuk menyuarakan aspirasi masyarakat saat menanggapi laporan tersebut. Ia meminta MKD untuk memberikan informasi terverifikasi terkait aduan yang tersebut, termasuk kerugian akibat unggahannya.
Rieke menekankan bahwa kritiknya terhadap kenaikan PPN bukanlah bentuk provokasi, melainkan upaya memperjuangkan keadilan bagi masyarakat yang akan terkena dampak kebijakan tersebut.
Mengapa Ini Penting?
Kasus Rieke Diah Pitaloka kini menjadi simbol dari dilema antara etika politik dan kebebasan anggota parlemen dalam menjalankan tugasnya. Lebih jauh, ketika pihak yang mengusung aspirasi masyarakat menghadapi pemidanaan atau persoalan hukum, hal ini dapat menciptakan efek jera bagi anggota DPR lain yang berencana bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah.
Sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPR seharusnya mendukung anggotanya untuk bersikap kritis. Kasus ini menegaskan perlunya perlindungan bagi anggota dewan yang menyuarakan kepentingan rakyat, agar fungsi pengawasan terhadap pemerintah tetap berjalan dengan baik.
Apakah menyuarakan aspirasi rakyat kini menghadapi ancaman pelanggaran etik sebagai konsekuensinya? Pertanyaan ini layak menjadi refleksi bagi semua pihak.
Sumber: Tempo.com
Komentar Terbaru