Oleh Muhamad Musa
Memasuki tahun 2025, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mulai mengimplementasikan berbagai kebijakan ekonomi yang ambisius. Dari kenaikan upah hingga program makan bergizi gratis, semua langkah ini diklaim sebagai strategi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, pertanyaannya: apakah kebijakan ini benar-benar membawa dampak positif bagi masyarakat luas atau hanya strategi politik untuk menjaga popularitas?
Kenaikan UMP 2025: Solusi atau Beban?
Pemerintah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 dengan rata-rata kenaikan 5–7%. Kenaikan ini bertujuan meningkatkan daya beli masyarakat, tetapi apakah benar demikian? Dengan inflasi yang diprediksi mencapai 3,5–4%, lonjakan harga barang pokok bisa mengikis manfaat dari kenaikan upah ini.
Bagi para pekerja, tentu ini kabar baik. Namun, bagi pelaku industri, terutama sektor manufaktur padat karya, kenaikan UMP berpotensi menjadi beban tambahan yang dapat mengurangi daya saing industri. Jika biaya produksi meningkat, perusahaan bisa memilih untuk melakukan efisiensi dengan mengurangi tenaga kerja atau memindahkan investasi ke negara lain yang lebih kompetitif.
Bantuan Sosial: Meningkatkan Konsumsi atau Ketergantungan?
Pemerintah mengalokasikan Rp476 triliun untuk berbagai program bantuan sosial seperti PKH, Kartu Sembako, dan BLT. Bantuan ini memang berpotensi mendorong konsumsi rumah tangga, tetapi apakah cukup untuk mengangkat masyarakat dari garis kemiskinan?
Hal ini akan menjadikan masyarakat semakin bergantung kepada bantuan pemerintah, jika pemerintah tidak menyertakan strategi pemberdayaan ekonomi yang jelas. Alih-alih menjadi solusi jangka panjang, kebijakan ini justru bisa menjadi alat politik yang digunakan untuk menjaga loyalitas pemilih tanpa memberikan dampak ekonomi yang berkelanjutan.
Stimulus Ekonomi Ramadan: Untuk Siapa Keuntungan Terbesar?
Menjelang Ramadan, pemerintah meluncurkan berbagai stimulus ekonomi, seperti diskon tarif tol dan tiket pesawat, serta insentif belanja nasional. Stimulus ini bertujuan meningkatkan daya beli masyarakat dan mendukung sektor ritel serta pariwisata.
Namun, jika kita melihat lebih dalam, korporasi besar di sektor transportasi, ritel, dan jasa lebih banyak menarasakn dampak ini. Apakah masyarakat kelas menengah ke bawah benar-benar merasakan dampak dari kebijakan ini, atau hanya sekadar menguntungkan pihak-pihak tertentu?
Insentif Pajak: Kebijakan Pro-Rakyat atau Elit?
Salah satu kebijakan utama lainnya adalah insentif pajak, termasuk pembebasan pajak properti hingga Rp5 miliar dan pajak nol persen untuk kendaraan listrik. Pemerintah berharap kebijakan ini akan mempercepat pertumbuhan ekonomi, tetapi data menunjukkan bahwa mayoritas penerima manfaat adalah kelas menengah atas, bukan UMKM atau masyarakat berpenghasilan rendah.
Sementara itu, sektor usaha kecil hanya mendapat insentif terbatas melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). Jika kebijakan perpajakan lebih berpihak kepada mereka yang sudah mapan, apakah ini benar-benar kebijakan pro-rakyat, atau hanya menguntungkan segelintir elit ekonomi?
Makan Bergizi Gratis: Harapan atau Beban APBN?
Salah satu program unggulan Prabowo adalah makan bergizi gratis untuk anak sekolah dan ibu hamil, dengan anggaran Rp28 miliar per tahun. Tujuan program ini sangat baik, yaitu mengatasi masalah stunting dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Namun, dengan anggaran sebesar itu, pertanyaannya adalah bagaimana pemerintah memastikan program ini berjalan secara efektif dan berkelanjutan? Jika pengelolaan tidak tepat, program ini berpotensi menjadi beban fiskal yang besar bagi APBN tanpa memberikan dampak jangka panjang yang signifikan.
Transformasi Ekonomi: Menuju Kekuatan Dunia atau Terjebak Utang?
Pemerintah juga menyiapkan strategi transformasi ekonomi dengan mendirikan Danantara sebagai holding BUMN, mempercepat pembangunan kawasan industri, serta memperkuat kerja sama dengan BRICS dan OECD.
Langkah ini bertujuan menjadikan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi global. Namun, pertanyaan besar yang muncul adalah: apakah Indonesia sedang menuju status superpower ekonomi, atau justru semakin bergantung pada utang luar negeri dan investasi asing?
Kesimpulan: Kebijakan Ekonomi atau Strategi Politik?
Setelah mengamati berbagai kebijakan ekonomi Presiden Prabowo di tahun 2025, kita melihat bahwa meskipun ada langkah-langkah progresif, tantangan besar tetap mengintai. Banyak kebijakan yang terlihat berpihak kepada rakyat, tetapi dalam implementasinya bisa saja lebih menguntungkan kelompok tertentu.
Baca Juga:
Untuk Prabowo: Gerindra Siap Atur Strategi Jelang Pemilu 2029
Saksikan berita lainnya:
Penyelundupan Barang Ilegal: Bisnis Haram yang Tak Pernah Mati!
Komentar Terbaru